BLANTERORIONv101

Apakah kamu pernah menemui orang munafik? Berkedok rajin ibadah namun sebenarnya jahat

31 Oktober 2025
https://www.ekagoblog.com/2025/11/apakah-kamu-pernah-menemui-orang.html


Apakah kamu pernah menemui orang munafik? Berkedok rajin ibadah namun sebenarnya jahat? Banyak sekali termasuk saya bisa jadi seperti itu. Setelah menyadari tentang hal rasa, tentang syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat itu semua berubah.

Kadang orang-orang syariat yang tinggi ilmu merasa benar dan paling benar, karena terjebak dengan ke akuan (egoisme) diri.

Sehingga menjadikan diri seolah taat padahal tersesat. 

Dalam hati yang dalam saya yakin ada yang salah dengan diri ini, semakin hafal quran malah semakin sok suci, semakin menjadi-jadi. Semakin taat semakin menjadi. 

Ketika membaca, menelaah, cari guru, video youtube, apapun itu. Ketemu hal ini yaitu jangan berfokus syariat saja itu hanya fondasi dari bangunan yang belum utuh.

Ilmu Harus Dibarengi Ilmu Rasa

Ilmu harus dibarengi rasa gak berilmu, rasa bukan saya yang melakukan, bukan saya yang merasa beramal soleh.

Kita jangan salahkan setan, iblis atau semacamnya. Ini ada dalam diri.

Iblis tahu hal ini, dia udah ibadah 70.000 tahun di setiap langit satu sampai ke tujuh.

Bukan saya aja yang pernah seperti ini, seperti merasa lebih baik hafalannya lebih bagus meledek orang yang bacaan Al-Qurannya jelek.

Ketika sholat dan imam bacaannya jelek itu dalam fikiran bergerumuh kalau itu bacaan salah, ikhfanya kurang, hamesnya kurang, gak dibaca panjang padahal itu Mad Wajib Muttashil. Padahal yah itu kita sedang sholat bukan sedang ada kajian pengajian. 

Kenapa pas sholat kita kaji, bukankah sholat itu untuk berzikir fokus tenang ke Alloh saja? Nah ini ada yang salah dalam hati merasa sok benar, merasa paling tahu.

Ada juga teman lainnya juga sama rajin ibadah, puasa senin kamis, dhuha gak ketinggalan, ngaji, sholawatan. Tapi begitulah, kalau berurusan dengannya apalagi merugikan pasti langsung jebret aja di hajar secara omongan sehingga yang berbicara dengannya kena mental karena pandai berbicara.

Kita tahu ada benar dan ada yang salah, namun kita hanya bisa menasehati dengan lemah lembut gak menyinggung perasaan. Kita juga gak merasa paling benar juga.

Dan di lingkungan keluarga kebanyakan dari para santri, tapi begitulah.

Ada yang merasa paling tinggi ilmu, merasa paling dihormati ketika ada acara keagamaan. Saya pun tahu di rumahnya seperti apa malas ibadahnya, sholat terlambat, kasar omongannya. Ketika saya hanya ingin gabung dan tahu orang-orang lulusan santri seperti apa? Apakah saya bisa mendapatkan ilmunya?

Gak ada, malah saya di acuhkan hanya jadi pendengar yang baik dan mereka melihat dengan tampang yang seram gak bersahabat. Bersahabat hanya yang selingkungannya saja. 

Berkali-kali saya mencoba tetap saja seperti itu. Saya nyerah dan hanya menutup diri sadar diri saya bukan anak santri.

Sibuk baca dan belajar nyanyi sholawatan sampai jam 2 malam, apa yah lupa nama bukunya kecil. Namun ketika begadang seperti itu pastinya akan terlewat subuh hari berjamaah di musholah atau masjid.

Padahal di Pesantren pastilah terdidik bangun pagi, baca Al Quran, Sholat dan ibadah lainnya. Ketika di rumah berbanding terbalik, ilmu yang disana gak merasuki diri. Nasehat guru gak merasuk ke diri.

Ketika ada acara keagamaan bagaikan acara pamer amal sholeh saja, merasa paling sholeh. Dirumah saya tahu seperti apa kebiasaannya. Saya bingung apakah saya yang kotor hatinya berfikir jelek atau mereka karakternya seperti itu, tapi faktanya seperti itu guys.

Saya gak merasakan hidup dilingkungan agamis, saya merasa ini hidup dilingkungan aneh bahkan saya sendiri lebih memilih diam dan dianggap gak bergaul. Kayaknya hidup dilingkungan yang gak tau agama yang biasa aja netral lebih enak diajak komunikasi ngobrol. Dalam luar sama saja gak jauh beda.

Ketika Riba jalan terus ,pinjaman bank diajukan tanpa fikir panjang bahwa Alloh senang gak mengenai ini? Yang penting baginya terlihat keren dan wow dimata orang lain sukses dan mapan, padahal itu lulusan santri.

Gak ada rasa persaudaraan, adanya iri dengki ketika ada yang sedang berusaha. Mungkin gak tampak tapi terasa bagi saya. Saya dan istri sedang hamil pun bukan bantu pindahan malah diam dan ngoceh gak jelas, akhlak nya aneh bagi saya. 

Ada juga di tempat kerja pengurus masjid, ketika itu dia gak ada uang untuk membeli hape. Yaudah saya belikan namun metode nya dicicil. Tapi begitulah, susah banget ditagihnya janji mulu walau emang bayar sih. Cuma kesel aja, belum lagi hutang pulsa sama juga. Yang membuat saya bingung, Lu kan pengurus masjid??

Belum lagi judi slot online,sudah menjadi kebiasaan sampai berhutang sana sini. Dan lagi judi sambung ayam, adu ayam jago padahal lulusan santri juga saya lihat sendiri fotocopy ijazah nya.

Kita menjadikan agama hanyalah topeng belaka untuk keuntungan pribadi. Kita udah gak punya rasa takut, rasa khawatir, rasa ke Alloh gak ada sama sekali.

Maka itu dengan segala kegalauan ini, saya udah lelah dengan semua hal berbau merasa. Merasa benar, merasa tahu, merasa paling hafal, merasa sholeh, merasa agamis dan merasa lainnya...

Sampai-sampai saya malas mengaji, belajar dan lainnya yang sok alim gitulah. Karena kebanyakan yang saya temui orangnya menjadi karakter seperti itu.

Pada akhirnya saya menemukan hal diatas tadi, melepaskan semua ke akuan diri

Melepaskan keinginan di validasi orang bahwa ini lho gue yang paling beribadah. Ini lho gue yang pandai berbicara depan umum, pandai berdoa, pandai bersholawat, pandai mengaji.

Emang mengasikan tapi bagi pencari hati yang ingin tenang, itu semua melelahkan.

Kita membaca ayat seolah ayat itu orang lain, padahal kita sendirilah ayat dan huruf itu. Huruf yang harus hidup di alam semesta ini. Kita sendirilah pelaku ibadah sekaligus menjalaninya secara lahir dan batin.

Kita melupakan ini karena terlalu asik dengan validasi, melupakan Alloh Yang Maha Tahu isi hati.

Kita berasal dari tanah.

Tanah yang selalu nerima diberi racun tetap menumbuhkan, diberi bibit tanaman tetap menumbuhan. Namun kita lupa asal kita yaitu tanah.

Yang iblis pun enggan sujud ketika diperintah sujud oleh Alloh.

Begitulah akhir dan menjadikan awal pencarian saya selanjutnya, masih tetap berkutat di ke egoan diri. Ilmu diam hening lebih sekedar diam, ilmu hanya berada di daun, sedangkan diam berada di akarnya.

Dengan diam pohon selalu tumbuh, ke atas berbuah lebat dan bermanfaat.

Dengan diamnya langit, matahari ☀️, bulan 🌙 dan bintang 🌟 selalu berputar.

Dengan diam, Alloh selalu ada mengatur semuanya.

Banyak dari kita berdoa, bersujud, berzikir, membaca Alquran, namun hati masih berisik gak tenang.

Ilmu syari'at indah di pandang manusia seperti indah riaknya air. Kita bagaikan batu yang di lempar ke air, riaknya berisik membuat hati tak tenang. 

Namun ketika batu itu tenggelam, dan air tenang diam, maka hati akan tenang. Zikir tenang, hidup tenang damai.

Ke egoan hilang, ke aku an hilang, selama masih ada ke Akuan. Kita gak bakal tenang.

Ini curhat sekaligus menjawab pencarian ini, dan ini gak bisa jadi tolak ukur saya orang baik juga, hanya jawaban ini bisa jadi pencerahan yang kita yuk sama-sama berubah.

Apakah Anda menemukan hal sama di kehidupan? Tulis di komentar kita diskusikan bersama.


Bang Eka
Di blog ini saya sharing pengalaman & pelajaran tentang blogging, SEO, crypto yang saya dapatkan, baik dari pengalaman pribadi maupun dari seminar atau riset dari buku. Semoga kalian suka membaca pengalaman saya ini dan semoga membantu untuk menentukan tujuan Anda berikutnya! ;)

Komentar